JANGAN SAKITI IBU
Aku berjalan menuju rumah tua, rumah yang hanya dihuni
oleh seorang nenek tua yang usianya sekitar 60an, nama nenek itu Ima, aku
sangat kasihan sekali padanya karena ia hidup hanya sebatang kara, walaupun aku
bukan siapa-siapa nenek itu tapi aku sangat peduli padanya, aku tidak tega
melihat keadaannya yang seperti itu, aku sudah sangat akrab dengan dia,
lagipula aku sudah menganggap dia seperti nenekku sendiri, berhubung juga
karena aku tidak pernah merasakan memiliki nenek atau kakek, karena nenek dan
kakekku sudah lama meninggal sebelum aku lahir.
Ku buka pagar rumah tua itu, dan kulihat nenek
tersenyum kepadaku, aku balas tersenyum padanya, dan seperti biasanya aku
melihat nenek sedang merajut, itu adalah hobinya dan sebagai kegiatan untuk
mengisi hari-harinya yang kesepian.
“Nenek, apa kabar?”
“Baik, Ica gimana kabarnya?”
“Baik juga Nek, Nek ini Ica bawain bubur kacang hijau,
ini buatan Ica sendiri lho Nek, Nenek cobain deh”
“Waah, kelihatannya enak, tolong ambilin nenek sendok
dan piring ya Ca”
“Iya Nek” ku berjalan ke dapur mengambil sendok dan
piring, lalu ku berikan pada nenek, aku menaruh beberapa sendok bubur kedalam
piring dan ku berikan pada nenek, “Ini nek”
Nenek mengambilnya dan langsung menyantap bubur itu,
kulihat dia sangat menikmati bubur buatanku itu, “Enak nek” tanyaku
“Mhh,, enak banget ca,, makasih ya Ca”
“Hhehe,, Iya nek” jawabku
“Nek, uda sore, Ica pigi dulu ya Nek, Ica takut dIcariin
Ibu, hhe, tadi Ica belum sempat minta ijin Nek”
“Yaudah, gak apa-apa, sekali lagi makasih ya Ca
Buburnya”
“Iya Nek, sama-sama, Ica pigi dulu ya Nek, daah nenek”
kataku sambil melambaikan tangan
“Iya, hati-hati ya “
“Ya Nek,,,”
҉ ҉ ҉
Sesampai di rumah, kulangsung pergi ke kamar, aku
langsung berbaring dan memandang langit-langit kamarku, tok tok tok… ku dengar
pintu kamarku diketuk.
“Ica” panggil Ibu
“Ya bu, ada apa?” jawabku lalu membuka pintu kamar,
“kenapa Bu”?
“Gak ada, tadi Ibu cari-cari Ica gak nampak, Ibu jadi
khawatir”
“Maafin Ica ya Bu, Ica tadi gak minta ijin sama Ibu
mau pigi, Ica tadi pigi ke rumah nenek, Ica ngasih bubur sekalian melihat
keadaan Nenek Bu”
“Ya, uda gak apa-apa, lain kali kalau Ica mau pigi,
jangan lupa Ica harus minta ijin sama Ibu dulu Ya, biar Ibu gak kecarian”
“Ya bu” jawabku sambil memeluk Ibu, “Ayah mana Bu?”
tanyaku
“Belum pulang Ca, tapi mungkin sebentar lagi pulang
kok” jawab Ibu, “eh Uda maghrib, yok kita sholat dulu”.
“Ya bu” jawabku.
Aku dan Ibu segera
berwudhu dan melakukan sholat berjamaah, yaa,, itu sering ku lakukan
bersama Ibu, tapi tidak untuk Ayah, Ayah jarang dirumah, aku tidak tahu apa
yang dilakukan Ayah diluaran sana, dan
kalau Ayah pulang selalu diatas jam sepuluh atau subuh, dan keadaan Ayah pulang
selalu mabuk, dan sesampai tiba di rumah selalu marah-marah, bahkan memukuli Ibu,
padahal Ibu tidak melakukan kesalahan apa-apa, aku tidak tega melihat Ibu
selalu diperlakukan demikian, aku sangat benci kepada Ayah, terkadang aku
berpikir “Kenapa aku harus memiliki seorang Ayah yang seperti itu?” bahkan
pernah terlintas dipikiranku, “lebih baik aku tidak punya Ayah daripada harus
memiliki Ayah yang seperti itu” seharusnya seorang Ayah itu harus menjadi Imam
yang baik buat Istri dan anak-anaknya, bukan sebaliknya.” Ya Allah,, Ica mohon
agar Ayah bisa berubah”.
҉ ҉ ҉
Jam menunjukkan pukul 09.30 WIB, dan aku menyudahi
belajarku, kemudian kumasukkan buku yang tadi kukeluarkan karena mau belajar.
Dan aku memeriksa kembali buku-buku yang
perlu dibawa untuk belajar besok, aku tidak mau bukuku ketinggalan karena itu
akan mengganggu konsentrasiku dalam belajar, dan kalau konsentrasiku terganggu
aku jadi sulit untuk memahami pelajaran yang diterangkan oleh guru-guruku,
bisa-bisa nanti prestasi dalam belajarku menurun, hehhe,, aku juara 1 di Kelas,
itu mulai dari kelas 1 SD Lho.. itu semua sebenarnyaku lakukan demi Ibu, aku
sangat menyayangi Ibu, aku tidak mau Ibu kecewa melihat aku gagal dalam
belajar.
“Ikaaaaaaaa… buka pintu cepat.. aku mau masuk” teriak Ayah,
dan dari suaranya sudah jelas terdengar bahwa Ayah habis mabuk,
“Iya Yah.. tunggu sebentar” terdengar suara Ibu dari
dapur, aku keluar dari kamar dan kulihat Ibu sedang setengah berlari untuk
membukakan pintu, karena kalau tidak dIbukakan cepat akan seperti 1 bulan
kemarin, Ayah menendang pintu hingga rusak, dan Ibu tidak mau hal itu terjadi
lagi.
“Yah, apa yang terjadi denganmu lagi? Kamu
mabuk-mabukan ya Yah? Sampai kapan kamu terus begini? Apa kamu tidak malu
dengan tetangga Yah?” kata Ibu sambil
membuka pintu.
“Akh, tau apa kamu Ini, masa bodoh
dengan mereka, mereka ya mereka, aku ya aku, mau mereka menggosipi aku atau
tidak aku tidak peduli, sudah cepat pergi sana” marah Ayah sambil mendorong Ibu
hingga Ibu hampir jatuh, untung aku segera menangkap Ibu hingga Ibu tidak
jatuh, kemudian dengan beraninya aku berkata pada Ayah.
“Ayah, kenapa Ayah tidak mau
berubah? Kenapa Ayah selalu tidak mau mendengar apa kata Ibu? Ica malu punya Ayah
seperti Ayah” kataku dengan lantang.
“Apa kamu bilang anak kurang ajar?”
jawab Ayah, kemudian menampar pipi kananku “kamu malu punya Ayah seperti aku?
Sudah sukur aku mau memberi kamu makan, merawat kamu hingga besar seperti
ini” “kalau kamu malu punya Ayah
sepertiku, sudah pigi sana cari Ayah kamu yang baru” katanya sambil melotot
padaku.
Aku tidak mengatakan apa-apa lagi,
karena kalau terus melawannya bisa-bisa aku ditendangnya, aku hanya bisa nangis
dan pergi ke kamar. Dan kudengar Ayah dan Ibu mulai berantam, karena Ibu tidak
tega melihat aku ditampar seperti tadi. “Ya Allah, bukalah pintu hati Ayah,
agar Ayah mau betaubat”.
҉ ҉ ҉
“Ica,
Ica… bangun nak, udah pagi” panggil Ibu dari balik pintu kamarku.
“Ya
bu.. Ica bangun” aku berjalan menuju
cermin yang ada di dekat meja belajarku, kulihat pantulan wajahku dengan mata
yang lebam karena aku telah menangis semalaman, dan mengingatkan akan hal yang
terjadi kemarin malam, dan segera kulupakan, karena Ibu kembali menyuruhku
untuk segera sholat, kemudian kubuka pintu kamar, aku tersenyum pada Ibu, aku
berjalan menuju kamar mandi, dan mengambil handuk yang digantung di dekat kamar
mandi, akupun mandi dan berwudhu, setelah selesai aku berpakaian dan langsung
sholat, dan setelah berseragam, lengkap
dengan tasnya, aku ke dapur dan kulihat Ibu telah menyiapkan nasi goreng
untukku, dan tentu saja aku langsung menyantapnya karena aku sangat suka sekali
nasi goreng.
“Bu,
nasi gorengnya enak sekali Bu” pujiku, tanpa menyinggung tentang kejadian tadi
malam.
“ya
dong, siapa dulu yang masak” katanya sambil tertawa, kemudian memencet
hidungku, lalu kamipun sama-sama tetawa. Aku selesai makan nasi goreng buatan Ibu
dan tak lupa meminum segelas susu yang juga telah dIbuatkan Ibu, lalu aku
pamitan padanya hendak pergi sekolah, dan menyalam tangan Ibu, dan tak lupa
mencium pipi kiri dan kanan Ibu, hehehe…
҉ ҉ ҉
Setiba
di sekolah aku langsung pergi ke kelas dan sahabatku Ira, telah menungguku.
“Hai
Ica.. “ sapanya.
“Hai
juga Ir” balasku menyapa sambil berjalan menuju bangkuku. Aku meletakkan tasku,
kemudian mendekati dia, dan kamipun bercerita hingga pembIcaraan kami berakhir
karena bel telah berbunyi menandakan semua murid harus masuk ke kelas
masing-masing karena proses belajar-mengajar akan segera dimulai.
Pelajaran
pertama adalah bahasa inggris, gurunya Mr. Herman, beliau termasuk guru yang
pandai mengajar, dan hampir semua murid dikelas termasuk aku menyukai beliau.
Mulai
dari pelajaran pertama hingga terakhir seperti biasanya aku selalu konsentrasi,
walaupun aku memiliki masalah dalam rumah, tapi itu tidak pernah kubawa-bwa
dalam sekolah, bagiku itu cukup dirumah saja, kalau disekolah tugasnya harus
belajar, bukan untuk memikirkan hal yang demikian, masalah itu bisa dipikirkan
waktu aku berada di dalam rumah.
҉ ҉ ҉
Teeeeett…
bel berbunyi dengan panjang menandakan bahwa pelajaran telah selesai, setelah
memberi salam pada gurunya, para muridpun keluar dari kelas, ada yang langsung
pulang ke rumah, dan masih ada lagi yang bercerita dengan teman sesamanya di
taman, tapi kalau aku langsung pulang sekolah, hari ini aku dan Ira tidak sama
pulang, karena tadi dia dijemput oleh pacarnya naik mobil, sebenarnya sih tadi
Ira dan pacarmya mengajak aku ikut pulang bareng tapi aku menolak, dengan
alasan kalau aku lagi gak mood pulang bareng aku lagi pengen sendirian, tapi
alasan sebenanya sih bukan itu, aku cuma gak enak aja mengganggu mereka, yaa,,,
walaupun katanya mereka gak keberatan dan merasa tidak terganggu sama sekali,
tapi tetap saja aku gak enak, masa mereka berdua pacaran, aku ada disitu, kan
lucu.. hahaha…
Kurang
lebih 10 menit aku berjalan, akhirnya aku tiba di halaman rumah, kudengar dari
dalam rumah suara Ibu dan Ayah, kedengarannya mereka sedang berantam, aku
segera berlari memasuki rumah, kulihat Ayah menampar pipi Ibu berkali-kali,
kemudian aku segera melarang Ayah, kutolak Ayah semampuku, tapi tidak aku tidak
mampu, dan emosi Ayah makin bertambah
saat melihat aku berusaha untuk menolong Ibu, Ayah segera menendang perutku
hingga aku terlempar beberapa meter dan kepalaku membentur kaca lemari hingga
pecah, kapalaku bocor, ku rasakan sakit yang teramat sangat, aku tak kuasa
untuk bernapas berkali-kali ku coba tapi aku tak mampu untuk mengambil
sedikitpun oksigen tak berapa lama dari mulut, hidung, dan kepalaku keluar
darah segar, kudengar Ibu menjerit histeris dan segera menolongku diambilnya
kain ditempelkannya kekepalaku agar darah tersebut tidak keluar, namun usaha Ibu
sia-sia darah semakin banyak keluar, Ibu menangis dan berteriak meminta tolong
sementara Ayah yang tadinya dipenuhi dengan luapan emosi kini wajahku terlihat
sangat ketakutan, dia juga ikut menangis. Dan tidak mau aku mengeluarkan banyak
darah Ayah segera mengambil kunci mobil, dIbuka pintu mobil dan digendongnya
aku kedalam mobil dan akupun dibawa ke rumah sakit umum, Ibu juga ikut. Tak
berapa lama kami tiba di rumah sakit akupun segera dibawa keruang UGD. Jujur
aku sangat ketakutan aku ingin terus bertahan tetapi tak lama kemudian akupun
tak sadarkan diri.
Kurang
lebih 2 jam aku selesai dioperasi, dan dibawa kedalam ruang inap, dan kira-kira
setengah jam akupun sadarkan diri, kucoba untuk membuka mataku perlahan-lahan
dan kulihat Ayah dan Ibu berada disamping ranjangku, Ibu memengangi tanganku
dan tampak menangis begitupula dengan Ayah.
“Ica,
Ica udah bangun nak, Ibu sangat khawatir dengan keadaan Ica sayang” kata Ibu
dengan suaranya yang agak bergetar.
“Kepala
dan perut Ica sakit sekali bu” rintihku.
“Ica,
maafkan Ayah nak, Ayah udah salah, ini semua gara-gara Ayah, maafkan Ayah nak”
sesal Ayah sambil menangis.
“Iya
Ayah, Ica udah memaafkan Ayah dari tadi” jawabku dan kemudian kuraih tangan Ayah
“Ayah, Ica mohon yah, Ayah harus berubah, Ica gak pengen Ayah seperti itu, Ica
mohon yah, dan Ayah harus janji untuk tidak mengulangi kesalahan Ayah lagi dan
berjanji untuk tidak menyakiti Ibu lagi yah, Ica sayang sama Ibu, Ica gak mau Ibu
disakiti oleh siapapun, dan Ica juga sayang sama Ayah makanya Ica mohon agar Ayah
berubah menjadi imam yang baik buat keluarganya”.
“Iya
Nak, Ayah berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan Ayah lagi, Ayah sangat
menyesali perbuatan Ayah selama ini kepada Ibu dan Ica, Ayah minta maaf”
katanya sambil menangis di ditempat tidurku.
“Iya
Ayah” kataku sambil mengusap air mataku.
“Iya
yah, Ibu dan Ica sudah memaafkan Ayah, sudah Ayah jangan terus sesali perbuatan
Ayah, dan jangan lupa Ayah juga harus meminta maaf pada Allah” ujar Ibu sambil
memeluk Ayah.
“Iya
bu”
Dan
kami bertiga berpelukan,,, ya hari ini aku marasa senang karena Ayah sudah mau
berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya kembali.
҉ ҉ ҉
Akhirnya
selama satu minggu berada di rumah sakit aku boleh pulang ke rumah, aku sangat
senang sekali, dan memang Ayah benar-benar menepati janjinya untuk berubah, aku
sangat senang sekali begitu juga dengan Ibu.
Sore
harinya kami berkumpul di halaman belakang dekat kolam renang, aku berbincang-bincang
dengan Ayah mengenai film Esther yang kami tonton tadi siang, dan tak berapa
lama kami melihat Ibu membawa jus apel,
ya,, itu adalah minuman kesukaan Ayah, Ibu, dan aku. Ibu menghampiri kami dan
duduk di dekat Ayah kemudian menuangkan jus kedalam gelas, dan kami meminum jus
tersebut sambil mengobrol, tertawa, bercanda, dan yang pasti tidak ada kejadian
seperti dulu lagi. Aku sangat senang dengan keadaan seperti ini dan tidak ingin
kejadian itu terulang kembali, dan tidak lupa aku selalu berdoa kepada yang
kuasa agar Ayah tidak kembali mengulangi kembali perbuatannya. Amin…
By: ISVANYDAH YULITA PUTRI